Blog Belantara

Peluang Perdagangan Karbon Semakin Luas

”Kebijakan nasional tentang perubahan iklim di Indonesia memiliki dinamika dan proses yang sangat panjang sampai keluarnya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon, sedangkan pada 2020 terdapat realisasi dari pembayaran berbasis kinerja yang diperoleh dari nilai ekonomi karbon,” tuturnya dalam diskusi daring tentang nilai ekonomi dan pendugaan karbon hutan, Rabu (16/3/2022).

Minimal proyek itu harus 30 tahun. Jadi, apabila kita ingin mengembangkan proyek karbon, harus memenuhi prinsip-prinsip terlebih dahulu.

Dalam Perpres No 98/2021, pelaku kegiatan tentang nilai ekonomi karbon (NEK) terdiri dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat. Namun, semua kegiatan terkait penyelenggaraan NEK harus melalui mekanisme yang ada.

Wayan mencontohkan, pelaku usaha yang ingin mengajukan kegiatan perdagangan karbon harus dilakukan pencatatan. Pencatatan ini berlaku untuk semua program mitigasi dan adaptasi, rencana capaian, jumlah emisi karbon yang akan diturunkan, hingga dukungan terhadap target dokumen kontribusi nasional (NDC) sesuai dengan Kesepakatan Paris 2015.

Setelah melalui pencatatan, program kegiatan tersebut juga harus dilaporkan ke dalam sistem registrasi nasional yang dikelola Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setelah disetujui, pelaku usaha baru diperbolehkan melakukan kegiatan tahap berikutnya, yakni penyelenggaraan.

Dalam aspek penyelenggaraan inilah semua pihak yang telah tercatat dalam Perpres NEK baru dapat melakukan perdagangan karbon dengan peluang yang luas. Beberapa penyelenggaran itu antara lain perdagangan emisi dan offset emisi, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, serta mekanisme lainnya sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Wayan, saat ini pelaku usaha yang mengimplementasikan kebijakan NEK banyak mendapat dukungan dari pemerintah ataupun lembaga keuangan. Salah satu dukungan itu dari Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut bahwa pelaku usaha yang berkomitmen terhadap ekonomi hijau akan mendapatkan insentif fiskal.

Selain itu, dalam mendukung ekonomi hijau, OJK juga meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia sebagai pedoman untuk mengklasifikasikan aktivitas ekonomi guna mendukung upaya perlindungan lingkungan serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dengan peluncuran ini, Indonesia juga menjadi salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional sektor ekonomi hijau.