Belantara telah memilih untuk memfokuskan sebagian besar dukungan konservasinya di sepuluh wilayah distribusi program yang terbentang dalam lima provinsi di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Sepuluh wilayah distribusi hibah khusus ini mencakup 10.145.187,85 hektar lahan yang mencakup 4 taman nasional, 9 wilayah margasatwa, 4 cagar alam, dan 2 taman hutan raya, serta cagar biosfer. Lebih dari 1.000 spesies vertebrata telah diidentifikasi dalam wilayah distribusi hibah Belantara, termasuk 209 spesis yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia dan 213 spesies yang terancam punah secara global menurut Daftar Merah IUCN.
Prioritas wilayah distribusi program didasarkan pada beberapa indikator, di antaranya:
Ekosistem Kutai meliputi area seluas 977.000 ha terdiri dari beberapa jenis ekosistem — hutan dataran rendah tropis, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan mangrove, hutan kerangas dan terletak di sisi utara Sungai Mahakam, provinsi Kalimantan Timur.
Ekosistemnya meliputi Danau Maau, Santan, Besar dan Sirapan Ekosistem Kutai memiliki 543 species vertebrata, 116 species dilindungi dan 121 species memperkaya daftar merah IUCN.
Terdapat Taman Nasional Kutai dengan luas 198.629 ha yang dikenal sebagai habitat penting bagi Orangutan Kalimantan; ada 10 spesies primata dan sekitar 90 spesies mamalia lainnya, termasuk Pesut atau lumba lumba air tawar (Orcaella brevirostris) dan Bekantan (Nasalis larvatus) yang terancam punah.
Taman Nasional ini juga merupakan rumah bagi lebih dari 300 spesies burung. Berdasarkan presentase pendidikannya, masyarakat yang menempuh sampai pendidikan terakhir SMA/SMK mencapai 29,1%, sedangkan kurang dari 5% yang mampu masuk jenjang lebih tinggi.
Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah perdagangan sebesar 17,6%, jasa kemasyarakatan 12,6%, pertambangan dan galian 10,1%, konstruksi 7,4%, dan pertanian sebesar 7,1%.
Ekosistem Kubu meliputi area seluas 922.821 ha terletak di barat daya provinsi Kalimantan Barat, terdiri dari hutan tropis dataran rendah, rawa gambut, rawa air tawar dan hutan mangrove.
Terdapat 57 jenis vertebrata, 35 jenis dilindungi, serta 24 jenis mengisi kolom daftar merah IUCN, wilayah ini juga dikenal sebagai habitat vital bagi Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), Bekantan (Nasalis larvatus) dan Buaya sepit (Tomistoma schlegelii).
Kawasan pesisir dan muara dari ekosistem Kubu merupakan salah satu dari sedikit habitat Pesut atau lumba lumba air tawar (Orcaella brevirostris), mamalia air yang terancam punah. Spesies terlindungi lainnya yang ditemukan di ekosistem Kubu termasuk Beruang madu (Helarctos malayanus), Owa kelempiau (Hylobates muelleri), Kukang (Nycticebus coucang), Tarsius bangka atau Mentilin (Tarsius bancanus).
Masyarakat di wilayah Kubu memanfaatkan ekosistem ini menjadi kebun atau sawah yaitu sektor perkebunan dan pertanian, hal ini dikarenakan presentase pendidikan masyarakat belum lulus SD sebesar 32%, sedangkan yang sudah lulus SD sebesar 20%, lulus SMP 11%, lulus SMA 7%, dan dibawah 2% yang memiliki kesempatan ke jenjang yang lebih tinggi, sisanya sebesar 18% belum mendapatkan pendidikan.
Senepis merupakaan ekosistem yang terletak di provinsi Riau Utara, Pulau Sumatera, Indonesia. Ekosistem senepis mencakup 322.966 ha dan didominasi oleh hutan rawa gambut yang merupakan 77% wilayahnya.
Rumah bagi 69 species vertebrata; 40 species diantaranya dilindungi dan 24 species lainnya mengisi daftar merah IUCN. Pada wilayah ini juga ditemukan Habitat Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Macan tutul (Neofelis nebulosa), Binturong atau Beruang kucing (Arctictis binturon), Beruang madu (Helarctos malayanus), Siamang (Hylobates syndactylus), Trenggiling (Manis javanica), Tapir (Tapirus indicus) dan berbagai jenis pohon langka spesies langka dan terancam punah yang terkenal secara global.
Masyarakatnya sebagain besar bekerja pada sektor perkebunan (32.58%), pertanian (12.91%), perdagangan (12.88%), dan jasa kemasyarakatan (13.37%), serta pada sektor-sektor lainnya menyerap tenaga kerja di bawah 7%.
Dari segi pendikan, penduduk yang lulus SD sebesar 33%, SMP sebesar 19%, SMA sebesar 18 %, dan sebesar 6% sisanya belum pernah mengenyam pendidikan.
Bukit Tigapuluh merupakan ekosistem yang dikenal karena tingkat keanekaragaman hayatinya yang tinggi, mencakup luas 1.067.002 ha membentang antara provinsi Riau dan provinsi Jambi di Pulau Sumatera dan 97 % didominasi oleh hutan dataran rendah dan 3% hutan rawa gambut.
Inti dari ekosistem kawasan ini adalah Taman Nasional Bukit Tigapuluh seluas 144.223 ha, yang merupakan salah satu dari sedikit hutan hujan dataran rendah primer yang tersisa di Pulau Sumatera.
Pada area Bukit Tigapuluh terdapat 128 species vertebrata, 56 species dilindungi, serta 64 species masuk dalam deretan panjang daftar merah IUCN.
Wilayah ini juga merupakan salah satu lokasi pengungsian yang tersisa dari 3 spesies langka seperti Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan Orangutan (Pongo abelii).
Presentase pendidikan penduduk pada kawasan Bukit Tigapuluh antara lain; 23% belum lulus SD, 32% telah lulus SD, 18% telah lulus SMP, 15% telah lulus SMA, dan dibawah 3% memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan terdapat 8% penduduk yang belum bersekolah.
Tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap variasi sektor kerja, dimana perkebunan merupakan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja sebesar 62.37%, sektor perdagangan menyerap 11.31% tenaga kerja, sektor-sektor lainnya hanya menyerap tenaga kerja di bawah 8%.
Ekosistem dari Semenanjung Kampar adalah hutan rawa gambut seluas 743.726 ha yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Semenanjung Kampar juga dianggap sebagai habitat penting karena merupakan rumah bagi 156 species vertebrata, 61 species dilindungi, serta 50 species lainnya mengisi daftar merah IUCN. Harimau sumatera (Panthera tigris (sumatrae), serta flora dan fauna terlindungi lainnya; Beruang madu (Helarctos malayanus), Trenggiling (Manis javanica), Siamang (Hylobates syndactylus), Buaya sepit (Tomistoma schlegelii), Mentok rimba (Cairina scutulata), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) dan Bangau Bluwok (Mycteria cinerea), serta jenis pohon termasuk Ramin (Gonystylus bancanus), Meranti (Shorea spp) dan Kempas (Koompassia malacensis) adalah beberapa flora dan fauna khas.
Masyarakatnya berkerja di sektor perkebunan (37,28%), perdagangan (12,28%), serta jasa kemasyarakatan (11,33%).
Presentaste pendidikan penduduk Semenanjung Kampar yang telah lulus SD (27,44%), SMP (18,06%), SMA (21,08%), untuk pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (3%), dan yang belum mendapatkan pendidikan (7%).
Ekosistem Kerumutan merupakan gabungan antara hutan rawa gambut, hutan hujan daratan rendah dan ekosistem hutan rawa air tawar dengan luas kawasan sebesar 1.334.850 ha yang didalamnya terdapat ekosistem cagar alam Kerumutan seluas 120.00 ha.
Cagar Alam Kerumutan merupakan ekosistem yang vital bagi burung migrasi dan telah diidentifikasikan sebagai kawasan Penting Burung (Important Bird Area, IBA) oleh Birdlife International.
Terdapat 73 habitat jenis vertebrata, 53 species dilindungi dan 35 species masuk dalam daftar merah IUCN. Berbagai jenis pohon yang dilindungi, termasuk Meranti (Shorea spp) dan Punak (Tetramerista glabra) serta hutan rawa gambut yang mendominasi wilayah Kerumutan menjadi salah satu fungsi habitat kritis provinsi Riau untuk Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Beruang madu (Helarctos malayanus), Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Arwana asia (Schleropages formosus), Mentok Rimba (Cairina scutulata) dan Buaya sepit (Tomistoma schlegelii).
Sebagian besar masyarakat Kerumutan hanya mengenyam pendidikan tingkat SD (33.91%), SMP (17.16%), dan SMA (16,22 %), dan yang berkesempatan untuk memperoleh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di bawah 3%.
Sebesar 323.924 jiwa, penduduk pada wilayah Kerumutan (45,30%) bekerja di sektor perkebunan, 11,27% di sektor perdagangan, 9,22% di jasa kemasyarakatan dan 9,09% pada sektor pertanian.
Ekosistem Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) mencakup 941.200 ha dan terletak di provinsi Riau, Pulau Sumatera, Indonesia.
Terdapat 222 jenis vertebrata, 63 species dilindungi dan 43 species terdaftar dalam daftar merah IUCN. Pada wilayah ini juga dapat ditemukan beberapa spesies seperti; gajah sumatera, beruang madu, ungko, dan tapir.
Pada tahun 2009, UNESCO menetapkan 705.271 ha dari ekosistem GSKBB sebagai Cagar Biosfer dan kawasan ini dikelola dengan menggunakan konsep UNESCO Manusia dan Biosfer (Man and the Biosphere, MAB) yang terdiri dari tiga zona utama, yaitu: 1) Daerah inti seluas 178.722 ha yang ditujukan untuk konservasi dan penelitian; 2) Daerah zona penyangga seluas 222.245 ha yang digunakan untuk kegiatan yang sesuai dengan praktik pengelolaan hutan yang baik; dan 3) Zona transisi seluas 304.123 ha yang digunakan untuk kegiatan budidaya atau aktivitas produksi.
Masyarakat di wilayah cagar alam GSKBB sebagian besar bekerja pada sektor perkebunan (26,02%), dan sisanya bekerja pada sektor sektor perdagangan (17,23%) dan jasa kemasyarakatan (12,51%).
Dari segi pendidikan, mayoritas penduduk GSKBB telah lulus SMA (28%), dan penduduk yang memiliki kesempatan ke jenjang yang lebih tinggi (3%), sisanya (5%) belum pernah mendapatkan pendidikan.
Ekosistem Dangku-Meranti memiliki area seluas 1.048.652 ha di Kabupaten Musi Banyu di provinsi Sumatera Selatan dan merupakan ekosistim mosaik yang terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi dan kawasan restorasi ekosistem yang didominasi oleh ekosistem hutan hujan dataran rendah.
Luas kawasan ekosistem Cagar Alam Dangku sebesar 29.080 ha, pada ekosistem tersebut dapat ditemukan 452 jenis vertebrata, 122 diantaranya terdaftar dalam catatan merah IUCN.
Cagar Alam Dangku juga berfungsi sebagai habitat penting bagi Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan sebagai tempat perlindungan untuk berbagai jenis satwa liar dan satwa langka, seperti Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), Tapir (Tapirus indicus), dan Beruang madu (Helarctos malayanus). Pada Hutan dataran rendah di kawasan Cagar Alam Dangku terdapat berbagai jenis tanaman bernilai tinggi, seperti Meranti (Shorea spp), Tembesu (Fagraea fragrans), Merbau (Intsia sp.) dan Jelutung (Dyera costulata).
Dengan kawasan yang melebihi 1 juta ha, masyarakat pada wilayah Dangku Meranti harus bijak dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan. Sebesar 54,94% masyarakat di Dangku Meranti bekerja pada sektor perkebunan, 11,44% bekerja pada sektor perdagangan, 4,33% bekerja pada sektor pertanian, dan untuk sektor-sektor penunjang lainnya berada dibawah angka 5%.
Tingkat pendidikan juga menjadi salah satu faktor dalam menentukan sektor pekerjaan, dimana sebesar 33,7% mayoritas masyarakat telah lulus SD, 17,53% telah lulus SMP, 17,20% telah lulus SMA, dan sebesar 3% yang berkesempatan untuk ke jenjang yang lebih tinggi.
Ekosistem Padang Sugihan mencakup 1.650.213 ha dan terletak di pantai timur provinsi Sumatera Selatan yang terdiri dari hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar dan ekosistem mangrove.
Di dalam ekosistem ini terdapat Cagar Alam Padang Sugihan yang mencakup sekitar 75.000 ha dan didirikan sebagai tanggapan dari pemerintah daerah Air Sugihan untuk mengembangkan daerah transmigrasi untuk menggembalakan gajah liar antara tahun 1982 dan 1983.
Terdapat 250 species jenis vertebrata, 56 diantaranya masuk dalam daftar merah IUCN. Pada wilayah ini juga menjadi salah satu dari sembilan habitat di Pulau Sumatera bagi Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang terancam punah.
Mayoritas penduduk di wilayah Padang Sugihan ditingkat pendidikan memiliki jumlah presentase sebesar 40% telah lulus SD, 14 % telah lulus SMP, telah lulus SMA sebesar 10 %, dan dibawah 3% berkesempatan untuk memperoleh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Terdapat dua sektor pekerjaan yang menyerap banyak tenaga kerja yaitu pertanian sebesar 41,16% dan perkebunan sebesar 23.78%.
Ekosistem Berbak-Sembilang mengacu pada suatu kawasan luas yang terletak di pesisir timur Sumatera Selatan dan Jambi yang mencakup luas 1.136.758 ha.
Kawasan ini terdiri dari kombinasi hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan bakau dan ekosistem hutan dataran rendah. Pada ekosistem ini dapat ditemukan 461 species jenis vertebrata, 99 diantaranya masuk dalam daftar merah IUCN, salah satunya habitat Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang terdapat pada ekosistem Berbak-Sembilang.
Terdapat dua taman nasional pada ekosistem ini, Taman Nasional Sembilang (202.896 ha) merupakan daerah mangrove terbesar di Indonesia bagian barat dimana pada area terebut letaknya memanjang ke utara dari muara Musi Banyu Asin ke Sungai Benu di perbatasan Jambi dan bersebelahan dengan Taman Nasional Berbak (162.700 ha) yang sebagian besar terdiri dari rawa gambut dan air tawar hutan rawa.
Tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk pada wilayah ini dapat dilihat dalam jumlah presentase sebagai berikut; telah lulus SD (32%), SMP (17%), SMA (19%), dan yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dibawah (5%).
Untuk tingkat pekerjaan pada sektor perkebunan menyerap tenaga kerja sebesar 29,10%, sektor perdagangan 16,25%, dan sektor pertanian sebesar 16,88%, untuk sektor sektor penunjang launnya menyerap tenaga kerja kurang dari 10%.